Kamis, 25 September 2014

Ibu Hamil nggak Boleh Depresi loh???

Depresi adalah suatu gangguan mood yang kompleks. Depresi saat hamil biasanya memiliki gejala raut muka sedih, merasa sedih dalam jangka waktu lama (minimal dua minggu), terus merasa letih, dan kehilangan minat terhadap aktivitas sosial.

Gejala lainnya dapat berupa sulit berkonsentrasi, tidak memiliki nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, merasa bersalah dan tidak berguna, serta hilang kepercayaan diri.

Menurut Diana Dell, ahli kebidanan dan psikiater di Duke University, saat depresi, seseorang akan menghasilkan beberapa senyawa kimia yang sedikit berbahaya, seperti hormon stres kortisol. Lalu apa efek depresi saat hamil pada janin?

Depresi saat hamil tingkat berat memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk keguguran di trimester pertama. Selain itu stres yang ia derita juga akan mempengaruhi cara si jabang bayi merespon stres yang akan ia alami kelak-sebagai contoh, setelah lahir si kecil lebih rentan mengalami stres saat menghadapi perubahan suasana dan masalah lainnya.

Meski begitu, bukan hanya faktor genetik saja yang berperan penting dalam pertumbuhan janin, tapi juga lingkungan-tempat anak tumbuh dalam keluarga yang menyayangi dan mendukungnya. Karena otak bayi sejak dalam kandungan akan terus mengalami perkembangan, mereka dapat mempelajari perilaku baru guna mengimbangi pengaruh prenatal tadi.

Jika depresi saat hamil bisa membahayakan si kecil, lalu apa yang sebaiknya dilakukan jika Mama mengalami depresi (terutama yang berat)? Segeralah bicarakan persoalan itu dengan keluarga dan berkonsultasilah kepada psikiater karena pengenalan awal dan pengobatan dapat membantu mengecilkan risiko apapun yang bisa mengenai janin Mama.

TRIBUNNEWS.COM

By. Awan

AIR PUTIH DAPAT BERBAHAYA BAGI KESEHATAN BAYI

Apakabar Ayah Bunda yang berbahagia?
Saya ingin berbagi informasi nii...
Taukah anda bahwa memberikan air putih kepada si kecil yang masib berusia 0-6 bulan dapat membahayakan kesehatan bayi

Berikut penjelasan Dr. Utami Roesli, Sp.A., MBA., CIML, IBCLC, dari Sentra Laktasi Indonesia:

1. Infeksi Bakteri
Pemberian air putih pada bayi 0--6 bulan berisiko membuat bayi terinfeksi bakteri jika air yang dipakai tercemar. Utami sendiri pernah mempunyai pengalaman, pasiennya yang berusia sekitar 1 bulan, ibunya melaporkan jika bayinya sering buang air besar hingga belasan bahkan puluhan kali dalam sehari.
Ibunya mengira anaknya mencret karena penyakit, sehingga yang tadinya diberi ASI, kemudian diberikan juga air putih dan susu formula. Hasilnya bayi yang tadinya mencret normal justru pencernaannya terinfeksi bakteri.
Hal ini diketahui dari feses bayi yang mengandung darah. Kemungkinan besar, infeksi itu muncul karena asupan air putih yang diberikan ibunya. Apalagi jika perlengkapan minumnya tidak higienis, juga cara memasaknya tidak tepat dan sudah tercemar bakteri.

2. Ganggu Otak Bayi
Ginjal bayi 0-6 bulan belum berfungsi dengan baik, sehingga jika ia diberi air putih maka air seni akan membawa serta elektrolit dalam darah, misalnya natrium, yang sebenarnya berguna bagi tubuh. Jika kekurangan zat itu, bayi berisiko mengalami kejang.
Semakin banyak elektrolit yang "terbuang", semakin banyak risiko negatif yang dapat dialami. Alhasil, kalau bayi mengeluarkan banyak elektrolit dari semua organ tubuhnya, baik jantung, ginjal atau paru, temasuk otak, maka aktivitas otak dapat terganggu. Gejalanya, bisa berupa suhu tubuh rendah hingga kejang-kejang.

3. Merusak Ginjal
Fungsi ginjal sebagai pengatur keseimbangan cairan di dalam tubuh belumlah sempurna pada bayi usia 0-6 bulan. Memang pada usia kehamilan 35 minggu, ginjal bayi sudah terbentuk, tapi belum berfungsi dengan baik. Begitu pun setelah bayi lahir. Walau bentuk ginjal sudah sempurna. Hal ini bertahan hingga usia bayi 6 bulan.
Lain halnya pada anak dan orang dewasa, ginjal sudah mengatur asupan cairan masuk dengan yang dikeluarkan. Misal, kalau banyak minum, ginjal akan mengatur sehingga berkemihnya sering. Atau pada saat hawa dingin, akan lebih sering buang air kecil. Sebaliknya, pada cuaca panas, kita cenderung lebih jarang buang air kecil.
Intinya, ginjal mengatur keseimbangan cairan/elektrolit dalam tubuh, semisal natrium, kalsium, dan lainnya. Tapi jika kejadiannya saat ginjal belum sempurna kerjanya sudah diberi air putih, tubuh bayi akan kelebihan air atau "keracunan" air. Karena air yang masuk tidak bisa diseimbangkan dengan yang dikeluarkan.

4. Keracunan
Memang benar bayi harus cukup minum, tapi bukan minum air putih lo. Sebab bayi usia 6 bulan ke bawah minum air putih justru akan merugikan si bayi itu sendiri. Penelitian Dr. Jennifer Anders darijohn Hopkins Children's Center di Baltimore Amerika Serikat membuktikan, pemberian air pada bayi di bawah enam bulan berisiko mengakibatkan keracunan (intoksikasi).
Menurut Jeniffer, secara naluriah bayi memiliki refleks haus atau keinginan untuk minum. Karena itu, banyak orangtua yang memberikan bayinya tambahan air putih selain ASI. Padahal, ginjal si kecil belum berfungsi dengan baik. Akibatnya, air putih yang diminumnya itu dapat membuat tubuhnya melepaskan sodium (mineral yang dibutuhkan untuk proses metabolisme tubuh).
Padahal, kehilangan sodium dapat memengaruhi aktivitas otak. Ujungujungnya, bayi akan mengalami gejala keracunan, di antaranya suhu tubuh rendah, wajah membengkak dan bahkan kejang-kejang. Lantaran itu, Jennifer menegaskan, bayi yang minum ASI tidak perlu mengonsumsi air putih. Untuk bayi 0-6 bulan cukup ASI.

TRIBUNNEWS.COM


by. Awan